Mao Zedong (
Hanzi: 毛澤東) (lahir di Shaoshan,
Hunan,
26 Desember 1893 – meninggal di Beijing,
9 September 1976 pada umur 82 tahun), adalah seorang tokoh filsuf dan pendiri negara
Republik Rakyat Cina. Ia adalah salah satu tokoh terpenting dalam sejarah modern Cina
[1].
Masa kecil
Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak memengaruhi kehidupannya kelak
[2].
Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik
Konfusianisme. Tetapi pada usia 13 tahun, ayahnya menyuruhnya berhenti ber
sekolah dan menyuruhnya bekerja di ladang-ladang. Mao memberontak dan bertekad ingin menyelesaikan pendidikannya sehingga ia nekat kabur dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di tempat lain. Pada tahun
1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat. Hal ini menandakan permulaan ketidakpastian intelektual di Cina.
Pada tahun
1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi melawan
Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Cina yang sudah berkuasa lebih 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Tahun 1912,
Republik Cina diproklamasikan oleh
Sun Yat-sen dan Cina dengan resmi masuk ke zaman republik. Mao lalu melanjutkan sekolahnya dan mempelajari banyak hal antara lain budaya barat. Pada tahun
1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis.
Mao dan Partainya
Partai Mao didirikan pada tahun
1921 dan Mao semakin hari semakin vokal. Antara tahun
1934 –
1935 ia memegang peran utama dan memimpin Tentara Merah Cina menjalani “
Mars Panjang”. Lalu semenjak tahun
1937 ia ikut menolong memerangi Tentara
Dai Nippon yang menduduki banyak wilayah Cina. Akhirnya
Perang Dunia II berakhir dan perang saudara berkobar lagi. Dalam perang yang melawan kaum
nasionalis ini, Mao menjadi pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia menangkan pada tahun
1949. Pada tanggal
1 Oktober tahun
1949,
Republik Rakyat Cina diproklamasikan dan pemimpin Cina nasionalis;
Chiang Kai Shek melarikan diri ke
Taiwan.
Mao sebenarnya bukan seorang
filsuf yang orisinil. Gagasan-gagasannya berdasarkan bapak-bapak sosialisme lainnya seperti
Karl Marx,
Friedrich Engels,
Lenin dan
Stalin. Tetapi ia banyak berpikir tentang
materialisme dialektik yang menjadi dasar sosialisme dan penerapan gagasan-gagasan ini dalam praktek seperti dikerjakan Mao bisa dikatakan orisinil. Mao bisa pula dikatakan seorang filsuf Cina yang pengaruhnya paling besar dalam
Abad ke 20 ini.
Konsep falsafi Mao yang terpenting adalah
konflik. Menurutnya: “Konflik bersifat semesta dan absolut, hal ini ada dalam proses perkembangan semua barang dan merasuki semua proses dari mula sampai akhir.” Model sejarah Karl Marx juga berdasarkan prinsip konflik: kelas yang menindas dan kelas yang tertindas, kapital dan pekerjaan berada dalam sebuah konflik kekal. Pada suatu saat hal ini akan menjurus pada sebuah krisis dan kaum pekerja akan menang. Pada akhirnya situasi baru ini akan menjurus kepada sebuah krisis lagi, tetapi secara
logis semua proses akhirnya menurut Mao, akan membawa kita kepada sebuah keseimbangan yang stabil dan harmonis. Mao jadi berpendapat bahwa semua konflik bersifat semesta dan absolut, jadi dengan kata lain bersifat abadi. Konsep konflik Mao ini ada kemiripannya dengan konsep falsafi
yin-yang. Semuanya terdengar seperti sebuah
dogma kepercayaan. Di bawah ini disajikan sebuah cuplikan tentang pemikirannya tentang konflik.
- Dalam ilmu pengetahuan semuanya dibagi berdasarkan konflik-konflik tertentu yang melekat kepada obyek-obyek penelitian masing-masing. Konflik jadi merupakan dasar daripada sesuatu bentuk disiplin ilmu pengetahuan. Di sini bisa disajikan beberapa contoh: bilangan negatif dan positif dalam matematika, aksi dan reaksi dalam ilmu mekanika, aliran listrik positif dan negatifa dalam ilmu fisika, daya tarik dan daya tolak dalam ilmu kimia, konflik kelas dalam ilmu sosial, penyerangan dan pertahanan dalam ilmu perang, idealisme dan materialisme serta perspektif metafisika dan dialektik dalam ilmu filsafat dan seterusnya. Ini semua obyek penelitian disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda karena setiap disiplin memiliki konfliknya yang spesifik dan esensi atau intisarinya masing-masing.
Contoh-contoh yang diberikan oleh Mao Zedong mengenai 'konflik' dalam disiplin yang berbeda-beda diambilnya dari
Lenin. Beberapa analogi memang pas tetapi yang lain-lain tidak. Bilangan-bilangan negatif dan positif merupakan sebuah contoh yang buruk mengenai dialektika marxisme karena perbedaan mereka tidak dinamis: hanya ada bilangan-bilangan negatif dan positif baru yang bermunculan. Pendapat Mao menjadi meragukan lagi apabila ia mengatakan bahwa 'konflik'-'konflik' ini merupakan 'intisari' daripada disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Bilangan negatif dan positif bukanlah intisari ilmu matematika, begitu pula
metafisika dan dialektika bukanlah intisari dari
filsafat. Mao adalah seseorang yang terpelajar dan pengertian-pengertiannya yang salah bisa diterangkan dari sebab ia sangat ter
obsesi dengan konsep konflik ini. Obsesi ini juga memengaruhi keputusan-keputusan politiknya seperti akan dipaparkan di bawah nanti.
Konsep Yin Yang memengaruhi pandangan falsafi Mao Zedong.
Konsep Mao kedua yang penting adalah konsepnya mengenai pengetahuan yang juga ia ambil dari paham
Marxisme. Mao berpendapat bahwa pengetahuan merupakan lanjutan dari pengalaman di alam fisik dan bahwa pengalaman itu sama dengan keterlibatan.
- Jika engkau mencari pengetahuan maka engkau harus terlibat dengan keadaan situasi yang berubah. Jika kau ingin mengetahui bagaimana sebuah jambu rasanya, maka jambu itu harus diubah dengan cara memakannya. Jika engkau ingin mengetahui sebuah struktur atom, maka engkau harus melakukan eksperimen-eksperimen fisika dan kimia untuk mengubah status atom ini. Jika engkau ingin mengetahui teori dan metoed revolusi, maka engkau harus mengikutinya. Semua pengetahuan sejati muncul dari pengalaman langsung.
Hanya setelah seseorang mendapatkan pengalaman, maka ia baru bisa
melompat ke depan. Setelah itu pengathuan dipraktekkan kembali yang membuat seseorang mendapatkan pengalaman lagi dan seterusnya. Di sini diperlihatkan bahwa Mao tidak saja mengenal paham Marxisme tetapi juga paham neokonfusianisme seperti dikemukakan oleh
Wang Yangmin yang hidup pada
abad ke 15 sampai ke
abad ke 16.
Mao dan Kebijakan Politiknya
Mao membedakan dua jenis
konflik; konflik antagonis dan konflik non-antagonis. Konflik antagonis menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja sedangkan konflik non-antagonis bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi. Menurut Mao konflik antara para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis sedangkan konflik antara rakyat Cina dengan Partai adalah sebuah konflik non-antagonis.
Pada tahun
1956 Mao memperkenalkan sebuah kebijakan politik baru di mana kaum intelektual boleh mengeluarkan pendapat mereka sebagai kompromis terhadap Partai yang menekannya karena ingin menghindari penindasan kejam disertai dengan
motto: “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing.” Tetapi
ironisnya kebijakan politik ini gagal: kaum intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao sendiri berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan.
Mao percaya akan sebuah
revolusi yang kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti menghasilkan kaum kontra-revolusioner. Oleh karena itu secara teratur ia memberantas dan menangkapi apa yang ia anggap lawan-lawan politiknya dan para pengkhianat atau kaum kontra-revolusioner. Peristiwa yang paling dramatis dan mengenaskan hati ialah peristiwa
Revolusi Kebudayaan yang terjadi pada tahun
1966. Pada tahun 1960an para
mahasiswa di seluruh
dunia memang pada senang-senangnya memberontak terhadap apa yang mereka anggap
The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula di
Cina. Bedanya di Cina mereka didukung oleh para
dosen-dosen mereka dan pembesar-pembesar Partai termasuk Mao sendiri. Para mahasiswa dan dosen mendirikan apa yang disebut
Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter. Dibekali dengan
Buku Merah Mao, mereka menyerang antek-antek
kapitalisme dan pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya. Sebagai contoh fanatisme mereka, mereka antara lain menolak berhenti di jalan raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa warna merah, yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan sesuatu yang berhenti. Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 1966 sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner sehingga negara Cina dalam keadaan amat genting dan hampir hancur;
ekonominyapun tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan
Tentara Pembebasan Rakyat untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme mereka. Hasilnya adalah
perang saudara yang baru berakhir pada tahun
1968.
Kegagalan Mao
Pada tahun
1958 Mao meluncurkan apa yang ia sebut
Lompatan Jauh ke Depan di mana daerah pedesaan direorganisasi secara total. Di mana-mana didirikan perkumpulan-perkumpulan desa (komune). Secara ekonomis ternyata ini semua gagal. Komune-komune ini menjadi satuan-satuan yang terlalu besar dan tak bisa terurusi. Diperkirakan kurang lebih hampir 20
juta jiwa penduduk
Cina kala itu tewas secara sia-sia
[3].
Mao Zedong dan PBB
Republik Rakyat Cina semenjak diproklamasikan oleh Mao pada tahun
1949 tidak diakui oleh
Amerika Serikat. Amerika Serikat tetap mengakui Republik Nasionalis Cina yang semenjak tahun 1949 hanya menguasai pulau
Formosa atau Taiwan dan sekitarnya. Cina yang sejak didirikannya
PBB pada tahun
1945 sudah menjadi anggota Dewan Keamanan secara tetap bersama dengan Amerika Serikat,
Britania Raya,
Perancis dan
Uni Soviet (
Rusia) sebagai pemenang Perang Dunia II, tetap diwakili pula. Cuma yang mewakili adalah pemerintah nasionalis yang sekarang hanya memerintah Taiwan saja. Hal ini menjadi aneh sebab Cina daratan yang kala itu berpenduduk kurang lebih 800 juta jiwa tidak diwakili di PBB; yang mewakili hanya Taiwan saja yang kala itu berpenduduk mungkin tidak lebih dari 10 juta jiwa.
Maka pada akhir tahun 1960-an presiden Amerika Serikat,
Richard Nixon, mulai mendekati Republik Rakyat Cina dan akhirnya dengan persetujuan
Uni Soviet RRC menjadi anggota Dewan Keamanan PBB mulai tahun
1972 dan menggantikan Taiwan.
Warisan Mao dan Republik Rakyat Cina saat ini
Pada tahun
1976 Mao Zedong meninggal dunia. Setelah itu Republik Rakyat Cina menjadi semakin terbuka. Normalisasi hubungan diplomatik dengan
Indonesia juga terwujud pada tahun 1992. Pada saat ini Cina tampil sebagai sebuah raksasa yang baru bangun dari tidurnya dan pertumbuhan ekonomi sangat pesat. Bahkan Cina bisa melampaui Rusia dalam perkembangannya. Hal yang dipertentangkan sekarang ialah apakah ini semua bisa diraih berkat jasa-jasa Mao atau karena pengaruhnya sudah tipis.